Pages

Saturday, December 30, 2017

Serba-serbi Anemia Gizi


Anemia atau yang dikenal oleh masyarakat awam sebagai “kurang darah” sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari berbagai keadaan seperti kehilangan darah yg banyak, kerusakan sel darah, penurunan pembentukan sel darah, atau gejala dari penyakit tertentu yang etiologinya harus diinvestigasi. Secara medis, anemia adalah kekurangan dalam ukuran atau jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin yang dikandungnya. Gejala fisik dari anemia meliputi rasa lelah, lemas, pucat, sesak nafas, dan pusing.

  
Kadar Hemoglobin sebagai Indikator Anemia
Kelompok Umur
Kadar Hb (g/dl)
Umur 6 bulan – 5 tahun
<11,0
Anak 5 – 11 tahun
<11,5
Anak 12-14 tahun
<12,0
Wanita dewasa
<12,0
Wanita hamil
<11,0
Laki-laki dewasa
<13,0

Anemia dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan berbagai macam zat gizi penting. Kekurangan zat besi merupakan penyebab anemia gizi yang paling banyak dikenal, namun defisiensi zat gizi lainnya juga memiliki peran dalam anemia.

Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh tidak cukupnya simpanan zat besi di dalam tubuh. Terdapat 3 tahap defisiensi zat besi yaitu:
1. Iron depletion
Tahap ini ditandai dengan berkurangnya simpanan zat besi, tetapi kadar serum Fe dan Hb masih normal
2. Iron limited erythropoiesis
Pada kondisi ini suplai zat besi tidak cukup untuk menunjang pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Pada pemeriksaan laboratoriumdiperoleh kadar Fe serum dan saturasi transferrin menurun serta peningkatan protoporfirin eritrosit
3. Iron deficiency anemia
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi zat besi. Kondisi ini ditandai dengan kadar Fe serum rendah, transferin rendah, serta kadar Hb dan Ht rendah.


 Anjuran bagi penderita anemia defisiensi besi:
  • Memasukkan makanan kaya kandungan zat besi ke dalam menu harian
  • Mengkonsumsi makanan sumber vitamin C setiap kali makan guna meningkatkan penyerapan zat besi
  • Mengkonsumsi makananyang mengandung zat besi heme seperti daging, ikan dan unggas setiap kali makan jika mungkin
  • Tidak meminum teh dan kopi dalam jumlah besar, khususnya bersamaan waktu makan, karena dapat menghambat penyerapan zat besi.

 Anemia Defisiensi Vitamin B12 dan Asam Folat
Defisiensi vitamin B12 dan asam folat dapat mengakibatkan anemia megaloblastik. Anemia megaloblastik ditandai dengan pembentukan eritrosit yang luar biasa besar di dalam sumsum tulang dan juga ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal. Anemia megaloblastik disesabkan oleh penurunan laju biosintesis DNA sehingga terjadi kelainan pematangan inti dan eritropoiesis menjadi tidak efektif
Tata laksana anemia defisiensi B12 melalui diet melalui pemberian diet tinggi protein (mulai 1,5 g/kg berat badan), konsumsi sayuran berdaun hijau yang lebih banyak dan perbanyak makanan kaya B12 seperti daging sapi, telur dan produk-produk olahan susu.
Defisiensi asam folat bisanya disebabkan oleh pola makan yang kurang mengandung vitamin ini, disertai dengan kurangnya penyerapan dan peningkatan kebutuhan asam folat. Kondisi yang menyebabkan peningkatan kebutuhan asam folat antara lain adalah kehamilan, konsumsi obat-obatan epilepsi dan barbiturat. Selain itu, konsumsi alkohol dapat mengubah metabolism dan penyerapan asam folat.
Makanan yang kaya akan kandungan asam folat meliouti sayuran berdaun hijau, buah-buahan, dan produk olahan susu. Asam folat mudah rusak pada suhu tinggi sehingga proses pemasakan dapat menghilangkan 50-95% vitamin ini dalam makanan. Oleh sebab itu, dianjurkan mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran segar guna meningkatkan  asupan asam folat.

Anemia Defisiensi Protein
Kurangnya asupan protein dapat menyebabkan rendahnya produksi hemoglobin. Asupan protein yang rendah akan mengakibatkan tubuh tidak dapat memproduksi molekul globin yang merupakan komponen penyusun hemoglobin bahkan dalam kondisi zat besi yang cukup.
Anjuran bagi penderita defisiensi protein adalah dengan menerapkan diet tinggi protein (mulai 1,5 g/kg berat badan) dengan mengkonsumsi makanan tinggi protein yang bernilai biologis tinggi seperti daging, telur, ikan, unggas, dan susu.



Regards,

Mawar Lestari

Technical Registered Dietitian

Wednesday, December 27, 2017

Dibalik Sepotong Donat



Dewasa ini pamor donat sebagai kue kekinian semakin melesat, terbukti dengan merebaknya berbagai gerai donat “hits” yang tersebar di tanah air. Donat sendiri merupakan panganan berbentuk cincin yang terbuat dari adonan tepung terigu, gula telur, mentega dengan penambahan ragi serta diolah dengan cara digoreng. Variasi donat pun sudah berkembang menjadi berbagai ragam, mulai dari variasi bentuk, bahan, topping, hingga isian. 



 Secara garis besar, proses pembuatan donat diawali dengan pencampuran bahan, proses fermentasi adonan, pembentukan atau pencetakan, dan penggorengan donat. Terdapat serangkaian proses fisik, kimia dan biologis yang terlibat dalam pembuatan donat.

Fermentasi
Salah satu bahan dalam pembuatan donat adalah ragi (yeast). Ragi dalam pembuatan donat sebenarnya merupakan khamir Saccharomyces cereviceae. Ragi tersebut berperan dalam fermentasi adonan donat. Proses fermentasi sangat penting dalam membentuk tekstur donat. Khamir Saccharomyces cereviceae akan memfermentasikan gula dalam adonan dan mengubahnya menjadi gas karbondioksida (CO2) dan alcohol. Adanya gas CO2 akan menimbulkan terbentuknya gelembung-gelembung udara dalam adonan sehingga adonan mengembang menghasilkan tekstur donat yang berpori dan empuk.
Selain itu, proses fermentasi juga akan mengubah kandungan karbohidrat kompleks menjadi gula-gula sederhana sehingga meningkatkan daya cerna karbohidrat dan meningkatkan indeks glikemik.


Reaksi pencoklatan
Setelah melalui proses penggorengan, warna donat berubah menjadi lebih kecoklatan dibandingkan saat sebelum digoreng. Timbulnya warna coklat tersebut disebabkan  oleh adanya reaksi pencoklatan yaitu reaksi Maillard dan karamelisasi.
Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gugus karbonil dari gula reduksi dengan asam amino bebas dari protein dengan adanya pemanasan. Hasil dari reaksi Maillard ini adalah polimer nitrogen berwarna coklat yang disebut melanoidin. Reaksi Maillard akan menghasilkan donat dengan aroma dan warna kuning kecoklatan di permukaanya. Namun demikian, reaksi Maillard dapat menyebabkan terjadinya kerusakan protein  selama pengolahan sehingga penurunan ketersediaan asam amino dan daya cerna protein. Asam-asam amino yang terutama mengalami kerusakan adalah lysin dan sistein.



Reaksi lain yang menyebabkan timbulnya warna coklat pada donat adalah karamelisasi. Karamelisasi merupakan proses pencoklatan yang disebabkan oleh pemanasan gula diatas titik leburnya. Proses karamelisasi akan menghasilkan senyawa hidroksi methyl furfural. Terbentuknya melanoidin maupun hidroksi methyl furfural menyebabkan gula yang terkandung dalam makanan akan kehilangan fungsi fisiologisnya.

Lipolisis dan Oksidasi Lemak
Pembuatan donat melibatkan proses penggorengan menggunakan minyak. Pemanasan minyak pada suhu tinggi akan mengakibatkan lipolisis dan oksidasi lemak serta perubahan karakteristik lemak. Perubahan yang terjadi antara lain terbentuknya trans isomer asam lemak serta perubahan asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan inaktivasi fungsi biologisnya bahkan dapat  menimbulkan zat yang bersifat toksik dan karsinogenik.


Nah…. Jadi, dibalik sepotong donat terdapat rangkaian proses dan reaksi fisis, kimia dan biologis hingga terbentuklah donat yang kita nikmati. Proses dan reaksi tersebut menyebabkan munculnya sifat-sifat organoleptik khas donat serta perubahan kandungan zat gizi di dalamnya. So, enjoy your donut… tapi tetap jaga porsi dan jangan berlebihan ya 😁


Regards,


Mawar Lestari.
Technical Registered Dietitian

Friday, December 22, 2017

Mengapa Pola Makan dan kebiasaan Makan Kita Berbeda-Beda?

Makanan menyediakan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk mempertahankan  fungsi-fungsi fisiologis dan beraktivitas. Tetapi sebagian besar dari kita tidak mengkonsumsi makanan untuk alasan tersebut.  Terdapat berbagai hal yang berperan sehingga melahirkan pola makan dan kebiasaan makan yang berbeda-beda.  
Sebelum dibahas lebih lanjut, perlu dibedakan antara pola makan dan kebiasaan makan. Pola makan (food pattern) merupakan gambaran jenis, jumlah dan frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari dan menggambarkan ciri khas suatu kelompok tertentu. Pola makan suatu masyarakat telah terbentuk dan diturunkan sejak ratusan tahun. Berbeda dengan pola makan, kebiasaan makan (food habit) lebih tergantung pada individu dan terbentuk oleh selera serta ketersediaan makanan di rumah tangga.



Dalam berbagai kebudayaan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pola makan dan kebiasaan makan.

1. Agrikultur
Hasil pertanian dan peternakan suatu daerah sangat berhubungan dengan pola makan masyarakatnya. Di Indonesia sendiri, dikenal berbagai variasi makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat. Walaupun sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok, namun di beberapa daerah tertentu memiliki makanan pokok sesuai dengan hasil pertanian di daerah tersebut, misalnya masyarakat Papua yang mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok.

2. Iklim
Orang-orang yang tinggal di daerah beriklim dingin umumnya lebih banyak mengkonsumsi makanan berlemak daripada yang tinggal di daerah beriklim panas. Kandungan lemak yang tinggi diperlukan untuk menjaga agar suhu tubuh tetap stabil. Selain itu, iklim juga sangat berpengaruh terhadap hasil pertanian dan peternakan suatu daerah.

3. Letak Geografis
Masyarakat yang hidup di dekat laut dan lingkungan perairan umumnya banyak mengkonsumsi ikan dan hasil laut dalam pola makan sehari-hari.  Masyarakat Jepang umumnya menyajikan ikan baik diolah dengan digoreng, dipanggang, maupun direbus dalam makanan sehari-hari bersama dengan makanan pokok yaitu nasi.

4.  Agama dan Kepercayaan
Agama dan kepercayaan tidak hanya mengatur jenis makanan yang boleh dikonsumsi, tetapi juga mengatur waktu –waktu tertentu untuk makan. Agama Islam membagi makanan menjadi halal (diperbolehkan) dan haram (dilarang). Daging babi, darah, bangkai, dan alkohol termasuk makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh pemeluk agama Islam. Selama bulan Ramadhan dalam penanggalan Hijriyah, umat Muslim melaksanakan ibadah puasa yaitu tidak makan dan minum dari terbit fajar hingga matahari terbenam.  Sedangkan pemeluk agama Hindu dilarang untuk mengkonsumsi daging sapi.

5. Persepsi Individu Terhadap Makanan
Persepsi individu terhadap makanan lebih berpengaruh pada kebiasaan makan. Setiap orang memiliki selera dan sikap terhadap makanan yang berbeda. Kebiasaan makan setiap orang dalam satu keluarga pun dapat berbeda-beda. Misalnya, seorang anak biasa sarapan pukul 06:00 dengan mengkonsumsi roti. Sedangkan ayah biasa sarapan pukul 08:00 dikantor dengan mengkonsumsi nasi.




Regards,


Mawar Lestari

Technical Registered Dietitian

Saturday, December 16, 2017

Rahasia Diet

Pertanyaan seputar diet adalah pertanyaan ter-mainstream  yang sering diterima oleh ahli gizi. Banyak masyarakat masih yang beranggapan bahwa diet adalah mengurangi asupan makan dalam upaya menurunkan berat badan. Padahal anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar.


Sumber : mnn.com

Diet berasal dari bahasa Perancis kuno “diete” dan bahasa Medieval Latin “dieta” yang berarti “tunjangan makanan sehari-hari”. Menurut beberapa ahli seperti Hartono (2000), diet adalah pengaturan jenis dan jumlah makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan serta status nutrisi dan membantu menyembuhkan penyakit.
Jadi, diet bukanlah semata-mata mengurangi jumlah asupan makanan tetapi menekankan pada pengaturan jumlah dan jenis makanan sesuai dengan kondisi masing-masing individu agar tercapai status kesehatan yang optimal. Tujuan diet tidak hanya untuk mendapatkan tubuh ideal, melainkan untuk menjaga kondisi tubuh tetap prima, menurunkan kadar kolesterol, membantu proses penyembuhan penyakit dan masih banyak yang lainnya.
Diet dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.

1. Diet Klinis
Diet klinis atau terapi diet merupakan pengaturan pola makan yang ditujukan sebagai terapi untuk mempercepat kesembuhan dan memperbaiki status gizi. Diet ini umumnya diperuntukkan bagi pasien-pasien yang menderita penyakit tertentu. Contoh diet klinis adalah diet Diabetes Melitus (DM) bagi penderita diabetes mellitus, diet rendah garam bagi penderita hipertensi, diet rendah lemak bagi penderita dyslipidemia, diet rendah protein bagi penderita gangguan ginjal, diet tinggi energi tinggi protein (TETP) bagi penderita malnutrisi, diet rendah energi bagi penderita obesitas dan lain sebagainya.

2. Diet Pola Makan
Diet pola makan merupakan diet yang mengadopsi pola makan suatu kelompok atau golongan tertentu. Contoh dari diet pola makan ini adalah diet Mediteranian yang berpedoman pada pola makan masyarakat yang tinggal di daratan Mediterania dengan mengkonsumsi makanan yang kaya serat pangan dan tinggi lemak tak jenuh seperti konsumsi biji-bijian, kacang-kacangan, buah, sayur, minyak zaitun.

3. Diet Populer
Diet jenis ini sering diperkenalkan dan dipraktikkan oleh para publik figur sehingga berkembang menjadi tren dan populer di masyarakat. Namun, diet popular seringkali bertentangan dengan prinsip gizi seimbang bahkan beberapa jenis diet populer  memiliki efek negatif bagi tubuh menurut para ahli. Beberapa diet populer antara lain diet OCD yang dicetuskan oleh pesohor Deddy Corbuzier, diet ketogenik, South Beach Diet, Atkins Diet, diet Mayo,  diet golongan darah dan masih banyak lagi diet populer lainnya.

Sumber : hellosehat.com

Diet atau pola makan yang paling dianjurkan bagi individu yang tidak menderita penyakit tertentu adalah diet gizi seimbang, yaitu susunan makan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan dan berat badan ideal.


Regards,

Mawar Lestari
Technical Registered Dietitian


Wednesday, December 6, 2017

Menemukan Berat Badan Ideal



  Sumber : healthtap.com

Banyak orang yang tidak dapat mendefinisikan berat badan idealnya. Secara sederhana, berat badan ideal seseorang dapat diperkirakan menggunakan rumus Broca sebagai berikut.


BBI = (TB - 100) × 0,9

Keterangan
BBI = Berat badan ideal (kg)
TB = Tinggi badan (cm)

Seseorang dikatakan memiliki berat badan normal jika berat badan orang tersebut ± 10% dari berat badan ideal.


Lebih lanjut, status gizi seseorang dapat ditentukan melalui perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT = BB / TB2
Keterangan
IMT = Indeks Massa Tubuh (kg/m2)
BB = Berat badan (kg)
TB = Tinggi badan (m)



Kategori status gizi berdasarkan IMT dapat dilihat pada tabel berikut.


Sumber: http://www.philspenonlinejournal.com


Sebagai contoh, orang dengan berat badan 50 kg tinggi badan 155 cm maka

BBI   = (155 - 100) x 0,9

= 49,5 kg ➞ 101 % (normal)

IMT   = 50 / 1,552
= 20,81 kg/m2
(normal)

Indeks Massa Tubuh dapat mengevaluasi berat badan lebih baik daripada perhitungan berat badan ideal. Namun, Indeks Massa Tubuh belum dapat menggambarkan estimasi komposisi lemak tubuh dan massa otot.


Dalam pandangan umum, kegemukan dan kelebihan lemak tubuh menggambarkan kelebihan asupan energi melalui makanan dibandingkan keluaran energi. Tetapi sesungguhnya tidaklah sesederhana itu. Genetik memberikan pengaruh terhadap penambahan berat badan, komposisi tubuh serta letak penumpukan lemak. Hormon estrogen dan progesteron memberikan pengaruh terhadap perbedaan komposisi otot dan lemak pada pria dan wanita. Genetik juga mempengaruhi bentuk tubuh seseorang. Bentuk tubuh ectomorph berbadan kurus, massa otot kecil, berat badan sulit naik walaupun memakan banyak kalori. Ciri lain dari ectomorph yakni memiliki ukuran pinggang yang kecil begitu juga dengan lebar bahu. Mesomorph adalah bentuk tubuh yang atletis dengan tubuh padat dan berotot dengan tampilan yang kekar. Endomorph diantaranya bentuk badan yang bulat, gemuk, besar, berat badan sangat mudah naik namun sulit untuk diturunkan. Tubuh endomorph memiliki kandungan lemak yang tinggi dalam tubuh karena endomorph dapat menyimpan lemak dalam jumlah besar dalam tubuh.


Sumber : perfectbodymagazine.com



Beberapa individu memiliki kebutuhan basal metabolisme yang rendah dan efisiensi metabolic yang tinggi karena pengaruh gen obesitas yang dimilikinya, sehingga meningkatkan resiko penambahan berat badan yang tidak diinginkan. Sedangkan, beberapa individu lain memiliki non exercise activity thermogenesis (NEAT) yang tinggi yang dapat meningkatkan kebutuhan energi sehingga menghalangi kenaikan berat badan walaupun makan berlebihan.


Sebagaimana peningkatan berat badan disebabkan oleh kelebihan asupan makanan, maka penurunan berat badan harus diiringi dengan pengurangan asupan makan. Akan tetapi hal tersebut dapat menimbulkan “harapan palsu”. Tubuh memiliki mekanisme untuk mempertahankan massa tubuh dan menurunkan basal metabolisme jika mengalami kekurangan asupan energi sehingga usaha penurunan berat badan menjadi sulit. Ketika penurunan berat badan sukses dilakukan, basal metabolisme dan kebutuhan energi juga menurun seiring penurunan jaringan tubuh sehingga dapat menimbulkan efek yoyo dimana berat badan akan bertambah semakin tinggi jika pola makan kembali seperti semula. Bahkan, pada individu tertentu menurunkan berat badan adalah hal yang sangat sulit dilakukan walaupun sudah mengurangi asupan makanan dan menjalani berbagai diet penurunan berat badan.

Lalu, apa yang harus dilakukan untuk mencapai berat badan yang sehat?



Menerapkan Pola Hidup Sehat

Kesuksesan manajemen berat badan membutuhkan komitmen jangka panjang dalam penerapan pola hidup sehat untuk mendukung pola makan dan aktivitas sehari-hari yang menyenangkan.

  

Sumber : Google
 Sumber : Google



Pola makan sehat dan aktivitas fisik yang teratur merupakan tujuan yang lebih utama dibandingkan dengan penurunan berat badan yang drastis. Pola makan dengan lemak rendah hingga sedang, kaya buah dan sayur, biji-bijian utuh serta serat pangan dapat mencegah peningkatan berat badan lebih lanjut. Aktivitas fisik yang teratur seperti berjalan kaki dapat menurunkan risiko serangan jantung. Berat badan yang stabil walaupun masih diatas berat badan normal, lebih disarankan daripada penurunan perat badan secara drastis yang diikuti dengan efek yoyo peningkatan berta badan yang lebih besar.


Jadi, fokuslah pada perubahan pola hidup sehat yaitu pola makan sehat dan aktivitas fisik daripada sekedar penurunan angka di timbangan berat badan.





Regards,

Mawar Lestari

Technical Registered Dietitian